Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Diponegoro dan Lembaga Pengkajian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES) membuka sekolah demokrasi gelombang kedua. Sekolah demokrasi ini akan diselenggarakan selama dua minggu mulai tanggal 16 Agustus hingga 29 Agustus 2020.
“Sekolah demokrasi ini dimaksudkan untuk mempertemukan para politisi, akademisi, jurnalis, dan aktivis masyarakat sipil untuk membahas isu-isu terkini demokrasi Indonesia,” ujar Kepala Sekolah LP3ES dan Asisten Profesor Program Studi Ilmu Pemerintahan, Wijayanto.
Wijayanto mengatakan Sekolah Demokrasi II terselenggara berkat kerjasama antara LP3ES dan Undip. Peserta yang mendaftar tak kurang dari 652 orang. Terdiri dari anggota DPRD, Akademisi, Penyelenggara Pemilu, Peneliti, Pengurus Partai Politik, Wartawan, ASN, Tokoh Masyarakat dan Mahasiswa dari seluruh Indonesia.
Dari jumlah pendaftar dilakukan seleksi administrasi dan kelayakan dengan mempertimbangkan latar belakang profesi, jenis kelamin dan wilayah sehingga terpilih 40 peserta. Akhirnya terpilih 40 orang. Latar belakang mereka beragam, ada yang bekerja sebagai dosen, mahasiswa, penyelenggara pemilu, politikus, peneliti dan jurnalis.
Menurut Wijayanto, keberagaman itu penting karena sekolah demokrasi ini didirikan dengan tujuan untuk membangun forum yang dapat menjadi jembatan bagi para aktor progresif dari berbagai latar belakang untuk bertemu dan berdialog.
“Keanekaragaman latar belakang menjadi kekayaan. Sebab, seringkali masing-masing aktor politik berbicara dalam batasan perspektifnya masing-masing yang dipengaruhi oleh posisinya,” ujarnya.
Wijayanto mengatakan keberadaan Sekolah Demokrasi juga akan berperan nyata dalam upaya investasi sumber daya manusia.
School of Democracy diakhiri dengan seminar yang menghadirkan Prof. Emil Salim (tokoh masyarakat Indonesia), Prof. Ward Berenschot dari Asmterdam University, Prof. Didik J Rachbini (Ketua LP3ES), dan Prof. Budi Setiyono (Wakil Rektor I LP3ES) Universitas Diponegoro).
0 Komentar